KETIKA BAHASA BATAK TIDAK DIPAHAMI


Ada yang berpendapat bahwa belajar bahasa batak atau menggunakan bahasa batak tidak begitu penting karena perkembangan jaman tidak memerlukan bahasa batak sebab tidak dapat digunakan baik dalam pendidikan , pekerjaan ataupun lingkungan sosial yang heterogen.

Pendapat ini tentu akan mengakibatkan pro dan kontra. Bagi mereka yang di pihak kontra akan merasa terusik eksisitensinya sebagai orang batak, dan menganggap pendapat ini menjadi suatu pendapat yang akan mengakibatkan krisis kebudayaan. Dan bagi mereka yang pro, pendapat ini akan memperkuat rasa tanggung jawab atas keberlangsungan sebuah kebudayaan semakin kecil .Dan cukuplah marga di belakang nama sebagai embel-embel sebagai orang Batak. Ini akan dimungkinkan karena tanpa mengerti bahasa batak, bagaimana mungkin seseorang itu menjadi pelaku di tata pelaksanaan adat-istiadat orang Batak tanpa mengerti dan tidak bisa berbahasa batak ? 

Satu-satunya suku di Indonesia ini, yang mengatakan BANGSO BATAK , bukan suku Batak , sehingga ini bisa diartikan betapa orang Batak sangat menjungjung tinggi integritasnya di tengah suku-suku di negri ini. Lalu pertanyaannya adalah Apa arti dari : BAHASA MENUNJUKKAN BANGSA..??? Apakah ini hanya slogan belaka ? Ini perlu dijawab oleh yang pro terhadap pemikiran bahwa bahasa batak tidak penting diketahui dan digunakan. Pernyataan Bahasa menunjukkan bangsa itu sangat jelas, karena dengan mendengar seseorang yang menggunakan suatu bahasa, maka orang lain bisa tahu dia orang mana.
Ini sebuah illustrasi. Suatu ketika , ada seorang Batak berbicara dengan istri adeknya demikian : "Kapan kalian datang, dek ?" dan istri adiknya menjawab : "Barusan , bang ." Orang Batak yang mengerti adat dan norma akann merasa aneh,janggal dan tak pantas yang dapat membuat orang lain tertawa , Dan bagi yang berani akan menegurnya . Karena seharusnya dia berkata : "Kapan datang, inang ?" = Nandigan do ro ninna hamu inang ? dan dijawab anggi boru/ istri adik : " Barusan , amang." = Idope ninna hamu, amang .Ini masih contoh kecil saja. 

Dari ilustrasi super singkat di atas , maka bisa dikatakan, Impossible atau tidak mungkin seorang Batak dikatakan tahu atau mengerti adat Batak, kalau tidak tau menggunakan adat Batak. Bagaimana nantinya jika orang yang tinggal di kota menggunakan bahasa lain di pelaksanaan adat Batak ? Dan apakah hanya orang yang terlahir di bonapasogit yang harus mewarisi adat, pelaksanaan adat atau pelaku dari pada kebudayaan Batak ??? Ini pertanyaan bagi yang Pro.

Jadi hanya dengan bisa mengerti dan dapat menggunakan bahasa Batak, maka kebudayaan itu bisa hidup , dengan catatan , pengaruh luar pasti ada dan mungkin sedikit akan mengakibatkan perubahan tapi yang prinsipal /mendasar seharusnya tetap hidup. Jangan-jangan nantinya negri jiran mengklaim bahasa Batak juga asli kebudayaan mereka , karena disana orang Batak masih berbahasa batak. Apa kata dunia...????


Tiodora Sinaga, 16 April 2014

Pengembangan Bahasa Batak Toba

Politik Pengembangan Bahasa Batak Toba

Pada awal kegiatan kampanyenya, Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, mempopulerkan slogan “Change”/ Perubahan.

Itu bukan slogan asal-asalan, tetapi telah mempertimbangkan situasi Amerika yang perlu perubahan.

Ungkapan “Yang tetap adalah perubahan” merupakan konsep yang sangat kuat dalam pengembangan beragam hal. Dan, sesungguhnya ini juga berlaku bagi suatu bahasa, dalam hal ini kita bicara tentang bahasa Batak Toba.

Perbincangan ini akan berujung pada suatu pilihan: apakah masyarakat batak toba menginginkan bahasa batak toba kelak berkembang dan digunakan dengan penuh gairah oleh kaum mudanya atau bahasa Batak Toba kelak menjadi bahasa yang “mati” tidak mampu lagi bertahan mengikuti perkembangan zaman?

Bukan hanya manusia, binatang dan tumbuhan yang berubah (change) dan berkembang, tetapi juga bahasa. Bahasa yang digunakan dengan aktif akan mengalami perubahan, baik dalam interaksinya dengan alam, manusia maupun bahasa-bahasa lainnya.

Pada setiap zaman, bahasa berkembang dan berubah ketika mengalami persentuhan, percampuran dan integrasi dengan komponen-komponen bahasa lainnya, misalnya penyerapan kata dari bahasa lain dsb.

Minat orang batak masa kini untuk mengembangkan dan mempopulerkan bahasa batak toba perlu melihat dua masa, yaitu masa lalu dan masa depan.
Sebelum melihat masa lalu, sangat penting bagi kita melihat dahulu masa yang akan datang. Apakah yang kita harapkan terjadi di masa yang akan datang? Tentu saja, kita berharap bahwa bahasa Batak Toba menjadi bahasa yang kuat berdiri dan tidak rapuh oleh perubahan zaman.

Mari kita melihat ke masa lalu. Penguasaan Surat Batak oleh para datu di masa lalu menjadikan Surat Batak tersendat perkembangannya karena tidak digunakan dengan terbuka oleh masyarakat umum. Perubahan Surat Batak sampai pada terbentuknya beragam varian yang terbagi dalam varian suku Toba, Angkola/ Mandailing, Simalungun, Pakpak/ Dairi dan Karo.

Mari kita ambil satu contoh bahwa pada Surat Batak Toba tidak terdapat huruf “ca”, namun huruf “ca” terdapat pada varian suku Angkola/ Mandailing, Pakpak/ Dairi dan Karo.

Dalam hal konsep pengembangan bahasa Batak Toba, mengapa kita tidak memperkuat struktur komponen bahasa Batak Toba dengan mengadopsi penggunaan huruf “ca” di dalam bahasa Batak Toba?

Mari kita lihat salah satu contoh perkembangan dalam bahasa Batak Toba yang sudah terjadi.

Pada awalnya, Surat Batak Toba tidak mengenal huruf “ka”, hanya ada huruf “ha”.

Namun, pada tahun 1988, berbagai tokoh masyarakat Batak dari berbagai suku menyokong pemerintah Indonesia/ Pemda Sumut dalam usaha pelestarian bahasa daerah dan melahirkan “Surat Pustaha” yang menyatukan beragam varian Surat Batak. Di dalam publikasi Surat Pustaha itu telah ada huruf “ka”. Di masa itu Pemerintah Indonesia sangat peduli dalam pengembangan bahasa-bahasa daerah. Kondisi pemerintah saat ini sudah sangat jauh berbeda. Kalau orang Batak Toba tidak peduli dengan pengembangan bahasa Batak Toba, akan semakin kecil progres perkembangan bahasa tersebut.

Studi terakhir yang dilakukan oleh Uli Kozok pada tahun 1990 memasukkan huruf “ka” dan "ha" (berbentuk sama) dalam daftar huruf Surat Batak Toba.

Bagaimana agar Surat Batak Toba dapat menuliskan juga bahasa Indonesia? Bagaimana agar kaum muda batak merasakan bahasa Batak Toba sangat trendi dan fleksibel dalam mengikuti perubahan zaman?

Untuk dapat menjawab pertanyaan itu, mari kita melihat ke masa depan, masa depan bahasa Batak Toba, jangan hanya melihat ke masa lalu.

Bahasa Batak Toba adalah bahasa yang hidup dan membutuhkan perkembangan dan perubahan/ change agar dapat bertahan terhadap perubahan zaman.


Manaek Sinaga: Jakarta, 10 April 2014


ELEK dan ANJU

Kata "elek" dan "anju" merupakan bagian dari sikap dan tutur kata santun dalam budaya Batak.

Elek = bujuk, mohon; 
mangelek = membujuk (dalam arti positif) agar pihak yang dimohonkan sudi kiranya, atau memaklumi adanya, atau meminta dengan merendah hati untuk mendapat pengertian dari pihak yang dipintai.

Seperti ibarat (umpama)  "di toru do tangan ni na mangido" (dibawah posisi tangan yang meminta) artinya jika meminta sesuatu dengan sikap rendah hati dan membujuk dengan kata-kata santun, bukan memaksa.

Anju = kelapangan hati, keikhlasan hati yang pengertian; 
manganju = memberikan kelapangan hati, bersikap sabar penuh pengertian, memberi kemaafan. 
Masianju-anjuan = saling sabar, pengertian dan toleran, penuh kemaafan.

Jika dikatakan "sai anju ma ahu" artinya kira-kira "senantiasa bersikap mengerti dan sabar terhadap diriku"

Petuah dari leluhur Batak, apabila seseorang menyadari kesalahan yang dibuatnya, ia  sebaiknya berusaha "mangelek" agar pihak yang dirugikan reda amarahnya, atau tidak mendendam hati. Seseorang tersebut harus meminta supaya pihak yang mungkin tersinggung atau dirugikan dapat secara ikhlas "marpanganju" (memaafkan atau maklum).

Seorang anak muda atau yang lebih muda meminta pengertian kepada tetua atau kerabat yang lebih tua, maka dengan sikap rendah hati yang tulus menyampaikan umpasa:

               "Ramba na poso na so tubuan lata,
               Halak na poso dope hami/ahu na so umboto hata."

 
Terjemahannya : bagai semak hijau yang belum bertunas, kami/saya masih muda sehingga masih belum fasih bertutur kata. 

Umpasa tersebut juga sering disampaikan yang lebih muda menurut tutur saat mangampu (menerima sambutan dari kata-kata nasihat dan kata-kata bijak orang tua dan kaum kerabat) dengan maksud agar kiranya senantiasa diberi nasihat dan pengarahan untuk semakin lebih bijaksana dalam bersikap dan berperilaku dalam lingkungan keluarga dan di dalam mengikuti adat istiadat.